Senin, 06 Maret 2017

Religious Studies Perspektif Insider/Outsider




  • Pengantar         
             Agama merupakan suatu fenomena yang tidak bisa terlepas dari permasalah sejarah. Agama yang tumbuh di seluruh dunia dibawa dan disampaikan oleh beberapa penganut hingga turun-temurun. Walaupun, beberapa agama memiliki persamaan dalam tata cara atau tradisi mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Misalnya, ritual, norma, dan keimanan. 
              Sehingga, terjadi beberapa hal inklusif, pluralis, ada pula yang eksklusif, konservatif; ada yang missionary dan ada pula yang non missionary. Penelitian Agama perlu dilakukan untuk mengetahui fenomena Agama dalam kehidupan dan mengetahui perbedaan antaragama agar dapat menentukan sikap yang seharusnya diambil oleh penganut Agama masing-masing.
             Problem Outsider dan Insider juga menjadi bahasa akademik tentang agama. Siapa yang paling kompeten untuk bicara pada orang lain mengenai Islam, sarjana muslim sendiri (Insider) atau sarjana Barat dan para orientalis (Outsider)? Dalam tulisan ini penulis ingin menyampaikan klasifikasi dan problem Insider-Outsider studi Agama-Agama (Study of Religons), baik dari kalangan Islam (Insider) dan di luar Islam (Outsider), yang diungkap dan dijelaskan oleh Kim Knott yang dipaparkan dalam buku Prof. Dr.H. Syafiq A. Mugni.

salah satu referensi penting dalam mengkaji religion studi


A. Posisi Insider/Outsider dalam Mengkaji Studi Agama

            Kim Knott menyatakan, bahwa sebuah pengalaman keagamaan yang ada pada diri kaum insider sangat mempengaruhi pola pikir kaum outsider. Bagaimana tidak, segala sesuatu yang direspon oleh kaum outsider merupakan hasil cerminan dari pengalaman yang secara nyata hadir dalam diri kaum insider, yang mana respon tersebut telah dipertimbangkan melalui batas objektivitas dan subjektivitas, yang terpancar melalui pengalaman keagamaan kaum insider.

            Jauh sebelum pernyataan yang dikeluarkan oleh Kim Knott, Max Muller (1873) juga mempertegas bahwa, suatu agama yang merupakan objek penelitian harus mampu menampilkan sesuatu secara proposional, meskipun ia harus dikritisi. Selain itu Cornelius Teile juga menekankan bahwasanya para peneliti agama harus lebih cenderung terhadap suatu yang bersifat objektivitas tanpa menjadi seorang yang skeptis, sehingga tidak terjadi kesipahakan antara studi dan investigasi ketika meniliti suatu agama.
 
Prof. Kim Knott
            Hal yang sama juga dipikirkan oleh Charles J. Adams, yang menyatakan bahwa studi keagamaan sangat cocok bila dilakukan dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, yang mana metode tersebut mampu pemahaman keagamaan kepada seseorang dalam yang ingin mengkaji dan berkomitmen secara netral terhadap melakukan rekonstruksi pengalaman insider. Walaupun Charles J. Adams juga menyatakan bahwasnaya fenomenologi hanya mampu menangkap sisi pengalaman keagamaan dan kesamaan reaksi keberagamaan manusia, tanpa memperhatikan dimensi ruang dan 
waktu dan perbedaan budaya masyarakat.

B. Perspektif Insider/Outsider dalam Meneliti Studi Agama
            Dalam  penelitiannya, Kim Knott telah mengkonsepkan para ilmuwan/peneliti insider atau outsider ke dalam empat kategoris, di antara lain:

  1. Partisipan Murni
            Dalam penelitiannya, Kim Knott menjelaskan maksud dari partisipan murni ialah mereka yang mengaku sebagai pemeluk agama yang terlibat penuh terhadap aktivitas keagamaan. Para peneliti tipe ini umumnya menulis dan mengkaji tentang agama sebagai insider, dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya. Sebagai penganut agama (insider) sangat jelas bahwasanya mereka mempunyai data dan lebih paham terhadap penelitian agama yang ditelitinya. Walaupun, peneliti tipe ini lebih cenderung menggunakan pendekatan dari dekat. Dan menghasilkan suatu penelitian yang bersifat obyektif dan tidak apologetic.

hilangnya kesalarasan beragama, membunuh sosialisasi individu.
    2. Partisipan sebagai Peneliti
            Pada elemen kedua ini, Knott memberikan sebuah ilustrasi bagaimana seorang peneliti yang mencoba membedakan antara proses kompattermentalis dan elaborasi nilai. Selain itu Knott juga menjelaskan bahwa peneliti model ini adalah peneliti yang obyektif dan lebih pada kritik, dengan cara seorang partisipan atau pemeluk agama harus menjadi seorang peneliti untuk mendapatkan keyakinan dan pr5aktik yang cukup terkait agamanya sendiri. Dari sinilah  muncul beberapa peneliti kritis yang berani mengulas hal-hal yang bersifat sensitive sebagai dampak dari postmoderen.
            Salah satunya ialah Samuel Heilman, yang berusaha memadukan antara hasil penelitiannya dengan menggunakan praktik Ortodoks melalui penafsiran teks suci. Di samping itu, dari posisinya sebagai peneliti, Samuel Heilman  menggunakan metode spasial dengan memasuki wilayah tradisi keagamaan esoteris.
            Sehingga, perlu digaris bawahi bahwa setiap agama memang sangat memerlukan studi permulaan yang umumnya tidak dapat diakses oleh outsider. Untuk pemahaman tersebut, setiap agama akan bergantung pada seorang insider, yang tidak hanya mampu menjelaskan pengalaman keagamaannya, tapi juga mampu menjembatangi antara pemikiran dalam (insider) dengan pemikiran luar (outsider).

            3. Peneliti sebagai Partisipan
            Pada pembagian ketiga, Kim Knott memberikan sebuah contoh, seperti apa yang dilakukan oleh Eileen Barker. Eeileen Barker merupakan seorang peneliti yang melakukan penelitian mengenai gereja Unifikasi baik secara praktis ataupun etis tanpa didasar sebagai -0seorang Moonie (non-sekretarian) dan tidak berpura-pura menjadi seorang penganut di salah satu sekte keagamaan. Menurut Barker, untuk meneliti suatu Moonie atau suatu sekte tertentu tidak perlu menjadi salah satu dari mereka, namun bagaimana cara kita agar dapat membaur dan masuk ke dalam lingkup penganut Moonies.
            Dalam studi agama, Barker berusaha menjadi seorang partisipan yang sangat aktif sebagai langkah mendapatkan suatu informasi yang begitu valid. Selain itu, sebagai seorang outsider Banker amat menyadari bahwa dirinya begitu leluasa dalam mendapatkan semua informasi , bahkan yang bersifat internal sekalipun, yang semakin memudahkan dia dalam meneliti studi keagamaan dalam ruang lingkup agama yang ditelitinya.
            Sehingga perlu digaris bawahi, bahwa Banker benar-benar merasakan adanya keleluasaan untuk mendapatkan interpretasi dari kedua pihak yang bersebrangan tanpa memihak ataupun membenarkan satu sama lain.
            4. Peneliti Murni
            Dalam pembagiannya, Kim Knott menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peneliti murni atau complete observer adalah mereka (outsider) yang berusaha melakukan penelitian terhadap suatu agama atau sekte keagamaan, yang mana pada penelitian tersebut lebih menyangkut ranah perspektif  etic  dan konsep-konsep social science digunakan untuk menjelaskan prilaku psikologis terhadap suatu kepercayaan religious.
            Sehingga, peneliti tipe ini lebih cenderung bersifat obyektif, netral, dan mampu mengadakan generalisasi. Dalam konteks ini, para pengkaji mampu menyadari bahwa mereka tidak dapat memberikan sebuah penilaian dalam ukuran standar apapun. Dalam pandangan Kim Knott, kelompok observasi ini tidak banyak mengurai isu-isu terkait suatu kebenaran ataupun suatu kesalahan.

C. Problem Insider/Outsider

            Kajian Insider dan Outsider tidak terlepas dari peran pengalaman peneliti Barat dan Sarjana Muslim sendiri, dalam menafsirkan dan memahami islam.Insider sendiri merupakan para pengkaji dalam Islam itu sendiri. Sedangkan Outsider ialah para pengkaji non-muslim yang meneliti dan berusaha memahami kontkes keislaman.
            Sehingga dari pendefinisian di atas, terjadi sebuah pertanyaan dan permasalahan yang cukup mendasar, apakah para pengkaji Islam dari sisi outsider benar-benar mengkaji Islam secara obyektif, dapat dipertanggung jawabkan, serta memiliki validitas ilmiah dalam perspektif kaum insider?
            Di satu sisi, seorang peneliti ousider juga dituntut untuk mendapatkan suatu pemahaman yang utuh dan valid mengenai Islam yang mereka teliti, sesuai dengan pemaknaan yang utuh dan valid dalam penelitian mereka. Tapi, di sisi lain juga outsider juga harus menyampaikan dan menginformasikan suatu penelitian mereka secara ilmiah. Namun, yang menjadi suatu pokok permasalahan lainnya, bagaimana seorang peneliti dapat mengetahui informasi yang memadai tentang Islam. karena jika kita berpikir bahwasanya kaum outsider lebih jauh memahami beberapa aspek yang ada di dalam Islam ketimbang memahami apa yang berada dalam pandangan kaum Muslim, misalnya pengaruh peradaban Islam terhadap peradaban Eropa.
            Dari problematika di atas, membuat beberapa tokoh melakukan pengecaman terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh kaum outsider. Salah satunya Gordon E. Pruett yang berpendapat bahwa banyak kaum outsider yang menjadi orientalis yang hanya bisa memojokkan nama-nama Islam melalui operasionalisasi metodologi dunia. Sehingga, dari pernyataan tersebut Gordon beranggapan akan terjadinya sikap kesalahan pahaman yang dilakukan oleh kaum orientalis dalam melakukan pengkajian studi agama Islam.

D. Kontribusi perspektif Insider dan Outsider terhadap Ilmu Pengetahuan

            Dalam mengkaji studi agama, ilmuwan insider dan outsider telah memberikan kontribusi yang begitu banyak terhadap pola pikir para pengikut agama tertentu. Bahkan, tak jarang berkat penelitian dan perdebatan yang begitu panjang, peniliti insider ataupun outsider telah memberikan suatu kontribusi amat penting terhadap perkembangan pengetahuan kala itu. Sehingga, beranjak dari pembahasan sebelumnya, penulis telah membagi menjadi tiga bagian atas pengaruh penilitian keagamaan ilmuwan insider/outsider terhadap bidang pengetahuan, yakni:
             Pertama, proses pendekatan yang dilakukan oleh kaum outsider dalam mengkaji studi agama menggunakan pendekatan fenomenologi, yang mana dari kajian tersebut memberikan sebuah solusi terhadap motodologi bagi studi Islam.
            Kedua, pendekatan yang dilakukan oleh insider dan outsider dalam mengkaji sutdi islam ialah salah satunya melakukan pendekatan fenomenologi, yang mana dalam pendekatan tersebut berhasil mempengaruhi pola pikir para ilmuwan yang menjadi perdebatan yang amat luar biasa, khususnya dalam bidang intelektual. Sehingga, pada saat itu, terjadi pengkajian besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai kalangan baik dari lingkup pemeluk agama ataupun sebagai non-pemeluk agama.
            Ketiga, dalam mengkaji Islam kaum outsider telah mengalami banyak probelm dalam penelitiannya. Tapi di sisi lain, di balik problematika yang dirasakan oleh outsider terdapat sebuah sisi positif, yang mana kaum outsider telah cukup membantu kaum insider dalam mengkaji studi agama. Sehingga, pihak insider menyadari dan memperkaya khazanah keilmuannya.







0 komentar:

Posting Komentar